Rabu, 27 Agustus 2014

Kisah Pohon Apel

Sebagian dari kita mungkin sudah pernah membaca cerita ini tapi apa salahnya saya
muat kembali di pages ini buat saudara-saudara kita yang belum pernah membaca cerita ini
dan sebagai bahan review buat yang sudah pernah membaca. Semoga bermanfaat………
Suatu masa dahulu, terdapat sebatang pohon apel yang amat besar.Seorang kanakkanak
lelaki begitu gemar bermain-main di sekitar pohon apel ini setiap hari. Dia memanjat
pohon tersebut, memetik serta memakan apel sepuas-puas hatinya, dan adakalanya dia
beristirahat lalu terlelap di perdu pohon apel tersebut. Anak lelaki tersebut begitu menyayangi
tempat permainannya.
Pohon apel itu juga menyukai anak tersebut. Masa berlalu… anak lelaki itu sudah
besar dan menjadi seorang remaja. Dia tidak lagi menghabiskan masanya setiap hari bermain
di sekitar pohon apel tersebut. Namun begitu, suatu hari dia datang kepada pohon apel
tersebut dengan wajah yang sedih.
“Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon apel itu.
“Aku bukan lagi kanak-kanak, aku tidak lagi gemar bermain dengan engkau,” jawab remaja
itu.
“Aku mau permainan. Aku perlu uang untuk membelinya,” tambah remaja itu dengan nada
yang sedih.
Lalu pohon apel itu berkata, “Kalau begitu, petiklah apel-apel yang ada padaku.
Juallah untuk mendapatkan uang. Dengan itu, kau dapat membeli permainan yang
kauinginkan.”
Remaja itu dengan gembiranya memetik semua apel di pohon itu dan pergi dari situ.
Dia tidak kembali lagi selepas itu. Pohon apel itu merasa sedih.
Masa berlalu…
Suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin dewasa. Pohon apel itu merasa gembira.
“Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon apel itu.
“Aku tiada waktu untuk bermain. Aku terpaksa bekerja untuk mendapatkan uang. Aku ingin
membina rumah sebagai tempat perlindungan untuk keluargaku. Bisakah kau menolongku?”
Tanya anak itu.
“Maafkan aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kau boleh memotong dahan-dahanku
yang besar ini dan kau buatlah rumah daripadanya.” Pohon apel itu memberikan cadangan.
Lalu, remaja yang semakin dewasa itu memotong ke semua dahan pohon apel itu dan pergi
dengan gembiranya. Pohon apel itu pun turut gembira tetapi kemudiannya merasa sedih
karena remaja itu tidak kembali lagi selepas itu.
Suatu hari yang panas, seorang lelaki datang menemui pohon apel itu. Dia sebenarnya
adalah anak lelaki yang pernah bermain-main dengan pohon apel itu. Dia telah matang dan
dewasa.
“Marilah bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon apel itu.
“Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi anak lelaki yang suka bermain-main di sekitarmu. Aku
sudah dewasa. Aku mempunyai cita-cita untuk belayar. Malangnya, aku tidak mempunyai
perahu. Bolehkah kau menolongku?” Tanya lelaki itu.
“Aku tidak mempunyai perahu untuk diberikan kepada kau. Tetapi kau boleh memotong
batang pohon ini untuk dijadikan perahu. Kau akan dapat belayar dengan gembira,” kata
pohon apel itu.
Lelaki itu merasa amat gembira dan menebang batang pohon apel itu. Dia kemudian
pergi dari situ dengan gembiranya dan tidak kembali lagi selepas itu.
Namun begitu, pada suatu hari, seorang lelaki yang semakin di mamah usia, datang
menuju pohon apel itu. Dia adalah anak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon apel itu.
“Maafkan aku. Aku tidak ada apa-apa lagi untuk diberikan kepada kau. Aku sudah
memberikan buahku untuk kau jual, dahanku untuk kau buat rumah, batangku untuk kau buat
perahu. Aku hanya ada tunggul dengan akar yang hampir mati…” kata pohon apel itu dengan
nada pilu.
“Aku tidak mahu apelmu karena aku sudah tiada bergigi untuk memakannya, aku tidak mahu
dahanmu kerana aku sudah tua untuk memotongnya, aku tidak mahu batang pohonmu kerana
aku tidak berupaya untuk belayar lagi, aku merasa lelah dan ingin istirahat,” jawab lelaki tua
itu.
“Jika begitu, istirahatlah di perduku,” kata pohon apel itu. Lalu lelaki tua itu duduk
beristirahat di perdu pohon apel itu dan beristirahat. Mereka berdua menangis kegembiraan.
Tahukah kamu. Sebenarnya, pohon apel yang dimaksudkan di dalam cerita itu adalah
kedua-dua ibu bapak kita. Saat kita masih muda, kita suka bermain dengan mereka. Ketika
kita meningkat remaja, kita perlukan bantuan mereka untuk meneruskan hidup. Kita
tinggalkan mereka, dan hanya kembali meminta pertolongan apabila kita di dalam kesusahan.
Namun begitu, mereka tetap menolong kita dan melakukan apa saja asalkan kita bahagia dan
gembira dalam hidup. Anda mungkin terfikir bahwa anak lelaki itu bersikap kejam terhadap
pohon apel itu, tetapi fikirkanlah, itu hakikatnya bagaimana kebanyakan anak-anak masa kini
melayani ibu bapak mereka.
Hargailah jasa ibu bapak kepada kita. Jangan hanya kita menghargai mereka semasa
menyambut hari ibu dan hari bapak setiap tahun.
Allah SWT berfirman :
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan
susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,
sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a:
“Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri ni’mat Engkau yang telah Engkau
berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang
saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan)
kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya
aku termasuk orang-orang yang berserah diri” [Q.S 46:15]
Belum ada kata terlambat untuk kembali berbakti kepada kedua orang tua kita biarpun
mereka sudah tidak ada di dunia fana ini….MARI

Selasa, 12 Agustus 2014

Kisah Pendiri WhatsApp


Jan Koum, pendiri WhatsApp, lahir dan besar di Ukraina dari keluarga yang relatif miskin. Saat usia 16 tahun, ia nekat pindah ke Amerika, demi mengejar apa yang kita kenal sebagai “American Dream”.

Pada usia 17 tahun, ia hanya bisa makan dari jatah pemerintah. Ia nyaris menjadi gelandangan. Tidur beratap langit, beralaskan tanah. Untuk bertahan hidup, dia bekerja sebagai tukang bersih-bersih supermarket. “Hidup begitu pahit”, Koum membatin.

Hidupnya kian terjal saat ibunya didiagnosa kanker. Mereka bertahan hidup hanya dgn tunjangan kesehatan seadanya. Koum lalu kuliah di San Jose University. Tapi kemudian ia memilih drop out, karena lebih suka belajar programming secara autodidak.

Karena keahliannya sebagai programmer, Jan Koum diterima bekerja sebagai engineer di Yahoo!. Ia bekerja di sana selama 10 tahun. Di tempat itu pula, ia berteman akrab dengan Brian Acton.

Keduanya membuat aplikasi WhatsApp tahun 2009, setelah resign dari Yahoo!. Keduanya sempat melamar ke Facebook yang tengah menanjak popularitasnya saat itu, namun diitolak. Facebook mungkin kini sangat menyesal pernah menolak lamaran mereka.

Setelah WhatsApp resmi dibeli Facebook dengan harga 19 miliar dollar AS (sekitar Rp 224 triliun) beberapa hari lalu, Jan Koum melakukan ritual yang mengharukan. Ia datang ke tempat dimana ia dulu, saat umur 17 tahun, setiap pagi antre untuk mendapatkan jatah makanan dari pemerintah. Ia menyandarkan kepalanya ke dinding tempat ia dulu antre. Mengenang saat-saat sulit, dimana bahkan untuk makan saja ia tidak punya uang.. Pelan2, air matanya meleleh. Ia tidak pernah menyangka perusahaannya dibeli dengan nilai setinggi itu.

Ia lalu mengenang ibunya yg sudah meninggal karena kanker. Ibunya yang rela menjahit baju buat dia demi menghemat. “Tak ada uang, Nak…”. Jan Koum tercenung. Ia menyesal tak pernah bisa mengabarkan berita bahagia ini kepada ibunya.

Jumat, 27 Juni 2014

Ya Allah ampunilah aku , sayangii aku , tutuplah aib-aibku , angkatlah derajatku , berilah aku rezeki , Berilah aku petunjuk , jadikanlah aku sehat , maafkanlah aku.

Renungan Ramadhan Kiai Sahal

Tak terasa kita akan kembali berjumpa dengan bulan yang suci, istimewa dan mulia: Ramadhan. Banyak sekali kejadian penting yang terjadi di bulan ini sehingga patut menjadi alasan keistimewaan Ramadhan di bandingkan sebelas bulan yang lain. Hal terpenting yang harus disebut hubungannya dengan Ramadhan adalah diturunkannya al-Qur’an pada bulan Ramadhan. Ada pula momentum penting lainnya yaitu perang badar dan penaklukan (fathu) Makkah. Keduanya mempunyai peran luar biasa dalam perjuangan umat Islam pada masa itu. Keduanya selanjutnya menjadi titik tolak perkembangan Islam di dunia. Begitu istimewanya bulan Ramadhan sehingga Rasulullah saw bersabda: Telah datang kepadamu Ramadhan, bulan utama atas segala bulan, telah datang. maka sambutlah Bualan puasa dengan segala berkahnya telah datang. Maka muliakanlah. Sungguh amat mulialah tamu kalian ini. Tidak hanya dalam wacana keIslaman saja Ramadhan menjadi Istimewa. Di Indonesia Ramadhan bulan bersejarah karena proklamasi kemerdekaan yang jatuh pada tanggal 17 agustus tahun 1945 bertepatan pula dengan Ramadhan. Lantas apakah sebenarnya nilai istimewa yang terkandung dalam Ramadhan itu? Ramadhan adalah bulan ibadah, di mana pahala segala amal dilipatgandakan bahkan ditetapkan jenis ibadah wajib yang khusus hanya dilakukan pada bulan itu saja yaitu puasa. Dengan segala ‘fasilitas’ dan ‘motivasi’ yang sedemikian itu, diharapkan umat muslim memanfaatkan bulan ini sebaik-sebaiknya untuk menyucikan diri hingga putih bersih ‘sebagaimana saat kelahirannya’ Masalahnya adalah, apakah kita cukup peduli pada keistimewaan Ramadhan? apakah kita siap mendapatkan fasilitas, dengan berbagai keistimewaannya? Atuakah Jangan-jangan kita sudah tidak merasa memerlukan lagi fasilitas itu atau jangan-jangan kita tidak lahi membutuhkan dan merasa tidak perlu dengan bulan Ramadhan, na’udzubillah mindzalik… Keistimewaan Ramadhan ini akan sangat terasa jika kita maknai sebaik mungkin dengan mengisinya dengan bermacam bentuk peribadahan. Sehingga keistimewaan itu mengaktualisasikan dirinya dalam kehidupan kita. Sebagaimana halnya hari ulang tahun seseorang yang tidak bermakna jika tidak dimaknai oleh yang bersangkutan. Begitu pula dengan Ramadhan. Tanpa pemaknaan itu Ramadhan hanya akan menjadi satuan waktu biasa. Setiap harinya sama tidak istimewanya dengan hari-hari lainnya. Tidak akan bermakna apa-apa bagi kita selama kita sendiri tiak menempatkan makna khusus terhadapnya. Memberikan makna dan nilai untuk bulan Ramadhan, tidak berarti kita berlebih-lebihan mengisinya di bulan ini saja dan untuk sebelas bulan selanjutnya kita teledor. Karena aktualisasi makna Ramadhan itu justru terdapat dalam sebelas bulan lainnya. Ramadhan harus menjadi titik tolak perjalanan kehidupan muslim di sepanjang tahun selebihnya. Seperti halnya fathu makkah ataupun perang badar yang menjadi tonggak perjalanan umat Islam di dunia. Dengan kata lain, nilai optimal Ramadhan baru bisa kita dapatkan jika kita menempatkan bulan ini sebagai inspirasi dan momentum untuk mengubah pola pikir dan perilaku kita. Sudahkan kita memenuhi kewajiban kita atas perintah-perintah-Nya? Masih pantaskah kita menuntut hak dari-Nya, padahal kita tak selalu memenuhi kewajiban kita atas-Nya? Atau malahan Allah telah memenuhi hak kita, namun kita tak pernah menyadarinya! Astagfirullah… Pada hakikatnya, Allah swt tidak pernah memerlukan kita. Namun kita harus tahu diri bahwa segala fenomena alam di dunia ini merupakan tanda dan pelajaran mengenai kekuasaan-Nya. Tidak diciptakan semua makhluk di dunia ini kecuali untuk mengabdi pada-Nya. Dan segala di dunia menjadi jalan mengabdi untuk-Nya. Maka, jalan menuju ilahi bagi makhluk sosila seperti manusia adalah mengabdikan diri dengan cara memperbaiki pola hubungan kita dengan sesama manusia, lingkungan dan dunia sekitar kita. Dengan bahasa lain, hubungan transcendental (hablum minallah) antara manusia dan tuhan tak akan lengkap dan sempurna tanpa merangkai hubungan horizontal (hablum minan nas) antar manusia. Oleh karena itu Ramadhan adalah waktu yang diciptakan oleh Allah lengkap dengan fasilitas dan kemewahannya untuk dimanfaatkan manusia sebagai madrasah kehidupan yang melatih dan membelajari poa kehidupan yang sehat. Sangat saying jika dilewatkan. Namun, bukankah Ramadhan hanyalah putaran waktu yang akan hadir kembali pada tahun yang akan datang? ah, siapakah kita ini hingga seyakin itu akan menemui Ramadhan yang akan datang? bukankah hidup ini adalah misteri tersbesar umat manusia? Kesempatan tidak akan datang untuk kedua kalinya!